aku bersyukur jika Tuhan mempertemukanku dengan pagi, senja, bukit, pelangi, hujan dan sahabat alam lainnya mereka hening, bening, tak mencekam dari kehidupan kotor dunia ini..
aku merasakan eufoni kalian sahabat



Seribu Celotehku tentang Kemanusiaan

Dabih menampung darah
pikirnya selalu berfantasi akan uang
tidak lain urusannya dengan isi perut
ini semua karena liciknya si kaya
hei.. kaum papa siap-siap kau mati berdiri
menunggu masa suram dari negeri ini
ketidakjelasan takdirmu menanti
kau lupa?
jujur barang mahal di negeri ini
sekali lagi urusannya dengan moral
dalam gradasi sebuah kebobrokan

***
kalau saja tubuhku direjang lalu mata bugil ini menyaksikannya
sungguh gusti aku tak sanggup
andai saja ia aku?
merendah penuh harapan sambil menggandar beban sampai terompahnya hancur beradu aspal, mengitari jalan tak berarah namun dengan satu tujuan
sekali lagi uang
belum lagi harus bergelut dengan panasnya mayapada, menengadah matahari menentang teriknya
jika saja keringatnya dihargai mungkin hanya beberapa lembar rupiah saja
merisau diri untuk anak dan isterinya dirumah
“kue.. kue..”
“ting.. ting.. es.. es..”
“sol sepatu..”
belum lagi pemulung dan teman-temannya
masih banyak suara-suara iba yang harus kudengar
mereka korban pembesar-pembesar negeri ini, manusia yang terbelenggu oleh indrainya dan tidak lagi ingat pada hakikatnya
oh Tuan
adakah yang salah dengan rakyatmu?
Hidup tak ubahnya bangsa miskin yang memelas


This entry was posted on 03:51 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: